PENDAHULUAAN
1.1
Latar
Belakang
Sebagai salah satu bentuk yadnya dan
rangkaian upacara persembahan dan pengorbanan suci kehadapan Hyang Widdhi
beserta dengan segala manisfestasi-Nya dari Panca Yadnya. Maka Ngaben merupakan
bagian dari Upacara Pitra Yadnya yaitu suatu rangkaian upacara membebaskan
belenggu oleh dua lapisan yang disebut dengan Sthula sarira dan Suksma Sarira.
Karena itu upacara penyucian ada dua tingkatan. Pertama adalah melepaskan atma
dari ikatan sthula sarira yang disebut dengan Sawa Wedana, juga disebut dengan
istilah Ngaben, Kedua melepaskan atma dari suksma sarira yang disebut dengan
atma wedana atau memukur. Setelah proses! kedua yadnya itu teriaksana sebagai
tindak lanjut adalah ngelinggihang dewa hyang yang di awali dengan upacara
meajar-ajar.
Pitra yadnya adalah persembahan suci
kepada leluhur. Pitra berasal dari kata pitra yang artinya leluhur. Yadnya
berasal urutan kata yaja yang berarti berkorban. Leluhur dimaksud adalah ibu
bapak, kakek, buyut dan lain -lain yang merupakan garis lurus ke atas, yang
menurunkan kita. Kita ada karena ibu dan bapak Jadi kita ada atas jasa mereka.
Kita telah berutang kepada mereka. Utang kepada leluhur disebut pitra Yadnya
Imam lokam maatrbhaktyaa.
Pitrbhaktyaa tu madhyamam.
Gurucicrusaya twetwam .
Brahmalokam somosnute.
(Manawa dharmasastra.ll.233)
Maksudnya
:
Dengan berbakti kepada ibu akan mencapai kebahagiaan di
bum! ini. Kebahagiaan di dunia tengah dicapai dengan berbakti kepada ayah.
Tetapi dengan ketaatan pada guru suci akan mencapai Brahma Loka.
Hakikat upacara pitra yadnya adalah untuk mewujudkan
bakti kepada leluhur seperti ayah dan ibu. Beryadnya kepada leluhur seperti
kepada ayah dan ibu dapat dilakukan dengan banyak cara.Salah satu dari cara itu
dengan melakukan upacara pitra yadnya setelah leluhur itu tidak laku hidup di
dunia yang nyata ini.
Salah satu bentuk upacara pitra yadnya
adalah dengan melakukan upacara ngaben bagi leluhur atau keluarga yang telah
meninggal. Hakikat upacara pitra yadnya tersebut adalah sebagai wujud doa yang bersifat
multivisual untuk memohon kepada Tuhan semoga leluhur yang diupacarai ngaben
itu mencapai alam niskala yang makin meningkat. Lontar Wrehaspati Tattwa
menyatakan bahwa saat orang meninggal hanya badan (Stula sarira)-nya yang
ditinggalkan oleh Atma atau rohnya. Sedangkan badan halusnya yaitu suksma
sarira masih menyelubungi sang Atma. Dalam Lontar Gayatri dinyatakan bahwa
tujuan upacara ngaben untuk meningkatkan status sang Atma. Saat meninggal sang
Atma disebut Petra. Setelah diupacarai ngaben sang Atma disucikan dengan
melepaskan ikatan dengan stula sarira yang dibangun oleh Panca Maha Bhuta.
Dengan lepasnya sang Atma dari ikatan Panca Maha Bhuta, sang Atma disebut sang
Pitra. Pitra itu adalah sang atma Wedana sang Pitra dilepaskan dari ikatan
selubung suksma sarira dan selanjutnya sang Pitra disebut Dewa Pitara. Demikian
dinyatakan dalam Lontar Gayatri.
Upacara Atma Wedana menurut Lontar Siwa
Tatta Purana ada lima jenisnya yaitu Ngangseng, Nyekah, Memukur, Maligia dan
Ngeluwer. Makna filosofinya kelima jenis Atma Wedana itu sama. Hanya bentuk fisik
upacara itu berbeda-beda dari yang sederhana sampai yang mewah atau utama.
Demikian juga upacara ngaben dalam Lontar Sunarigama Pengabenan atau Bayi Loka
Tattwa juga adalah lima tingkatannya. Ada yang disebut Sawa Wedana, Sawa
Preteka, Prenawa. Swastha dan Mitra Yadnya yang mulih ke tengah. Bentuk yang
terakhir paling sederhana dalam wujud fisik upacaranya, tetapi tujuan
filosofinya paling tinggi. Upacara Pitra Yadnya ini sering dianjurkan kepada
umat oleh Ida Pedanda Made Sidemen (alm) dari Geria Taman Sanur. Namun banyak
pandita yang tidak mau atau tidak paham tentang adanya upacara ngaben sederhana
ini. Sesungguhnya upacara berdasarkan tingkatan Nista, Madya, Utama perlu
ditelusuri dan juga duhungkan dengan tingkatan upacara menurut Bhagawad Gita
XII. 11-13. Dalam Bhagawad Gita tersebut ada upacara yadnya yang tergolong
Satvika, Rajasika dan Tamasika Yadnya. Bahkan ada baiknya dikembalikan pada
system upacara ngaben bersama. Tentunya hal ini harus berdasarkan kesukarelaan
dengan pengertian yang mendalam. Saat ini sesungguhnya sudah makin tumbuh
kesadaran umat untuk kembali ngaben bersama. Cuma perlu ditingkatkan lebih luas
dan dalam pemahaman umat mengenai upacara tersebut. Dengan demikian, kualitas
penyelenggaraan upacara ngaben bersama itu akan makin baik.
Ngaben tidak lagi menjadi beban yang
dirasakan sebagai sesuatu yang memberatkan oleh umat. Kalau pemahaman umat pada
upacara ngaben sudah benar dan baik, apalagi mengenai ngaben bersama rasa
memberatkan itu tidak aka nada. Karena ngaben, upacara Atma Wedana dan
Ngalinggihan Dewa Pitra itu bentuk bakti kepada leluhur dalam upacara yadnya
saja.
Berbakti kepada leluhur sesungguhnya
juga wajib dilakukan dalam bentuk mengupayakan pemeliharaan dan pendidikan
kepada anak-anak. Karena anak-anak itu pada hakekatnya menurut keyakinan Hindu
adalah leluhur kita yang turun menjelma. Kalau segala asset keluarga dihabiskan
untuk ngaben, dan nuntun Dewa Hyang misalnya, maka kalau beliau itu menjelma
menjadi anak-anak kita misalnya tentunya juga menjadi tidak baik kalau kita
tidak mampu memberikan pemeliharaan dan pendidikan yang benar dan baik.
Berbakti kepada leluhur juga dilakukan dengan tekun berbuat baik penuh dedikasi
sesuai dengan profisi dan swadharma kita masing-masing. Hal ini diajarkan dalam
Manawa Dharma Sastra 111.37 dan 38. Anak-anak yang akhir dari perkawinan yang
baik dan benar kalau ia berbuat baik akan dapat menebus dosa-dosa leluhur dan
keturunan kita kelak. Berbuat baik dan benar menurut profesi dan fungsi
masing-masing inilah jangan dilupakan sebagai cara berbakti kepada leluhur
menurut bakti kepada Tuhan. Antara upacara Pitra Yadnya seperti ngaben ini dan
berbuat baik secara nyata hendaknya jangan dipisahkan. Sebab upacara ngaben
sampai Nuntun Dewa Hyang di dalamnya sangat sarat dengan kandungan nilai-nilai
positif yang universal. Nilai-nilai universal itulah yang kita aplikasinya
dalam wujud nyata dalam hidup ini sebagai bakti kita kepada leluhur.
Desa Adat Gegelang Manggis Karangasem
merupakan salah satu desa adat yang setiap tahun melaksanakan Upacara Pitra
Yadnya. Berdasarkan demografi jumlah penduduk mencapai 5.705.900 orang. Desa
Gegelang terdiri dari 5 Banjar, yaitu Banjar Telengan, Banjar Kalanganyar,
Banjar Gegelang, Banjar Pakel, dan Banjar Babakan, dengan 4 setra yaitu Setra
Kalanganyar, setra Gegelang, setra Pakel dan setra Babakan. Masing-masing setra
terdiri dari 1 Pura Dalem. Seperti desa adat lainya, warga Desa Gegelang
terdiri dari berbagai soroh/Iklan Pura Dadya, dengan ngemong Pura Dadya
masing-masing. Keberagaman inilah yang menyebabkan pelaksanaan Upacara Pitra
Yadnya di Desa Adat Gegelang tidak dilaksanakan secara kolektif berdasarkan
Desa Adat, akan tetapi dilaksanakan secara kolektif berdasarkan soroh/klan
dadya.
Desa Antiga merupakan desa dinas yang
dulunya merupakan satu desa adat dengan Desa Gegelang yang bernama Desa Adat
Angantelu. Sekarang Desa Adat Antiga terpisah menjadi satu desa Dinas dan satu
Desa Adat dengan satu Setra. Akan tetapi hubungan kekerabatan dari warga tidak
dapat dipisahkan dalam klan. Untuk itu dalam setiap upacara adat antara kedua
desa ini selalu terhubungan. Sama halnya dengan upacara pengabenan yang akan
diselenggarakan tahun 2012. Hal ini ternyata lebih efisien dan dapat
dilaksanakan dalam 1 Desa Adat yaitu Gegelang. Efisiensi dapat dilaksanakan
pada aspek upakara, pelaksanaan dan keuangan. Selain itu rasa persatuan dan
kesatuan antara warga semakin erat. Pelaksanaan Pitra Yadnya di Desa Adat
Gegelang tahun 2012 dilaksanakan oleh warga Pasek tatar dengan lingkup seluruh
warga Pasek Telengan di Desa Gegelang yang berjumlah 477 KK. Keinginan warga
sangat beralasan karena waktu upakara telah berlalu selama 5 tahun. Selain itu
dalam kurun waktu 5 tahun tersebut telah memiliki sawa sebanyak 64 orang.
1.2 Maksud dan Tujuan
Setelah diketahui yang menjadi latar
belakang dan landasan dalam upacara pitra yadnya, maka dapatlah dirumuskan
maksud dan tujuan upacara itu. Secara garis besarnya, ngaben itu dimaksudkan
untuk memproses kembalinya Panca Mahabutha pada badan untuk menyatu dengan
Panca Mahabhuta di alam besar ini dan mengantarkan Atma kea lam Pitra dengan
memutuskan keterikatannya dengan badan duniawi itu.
Sedang tujuan dari pitra yadnya adalah
1. Melepaskan
sang Atma dari ikatan duniawi
2. Untuk
mendapatkan keselamatan dan kesenangan
3. Untuk
mendapatkan sorga
II. RUANG LINGKUP PITRA
YADNYA
2.1 Ruang Lingkup
Mengenai ruang lingkup dari pelaksanaan
upacara pitra yadnya yang akan dilaksanakan oleh warga Pasek Tatar adalah Pitra
Yadnya Sawa Preteka dengan tingkatan Madya. Sedangkan Ngeroras dengan tingkatan
Catur Muka Madya. Untuk rangkaian diawali dengan upacara matur piuning
pengabenan, ngeroras sampai dengan pelaksanaan ngenteg linggih. Demikian juga
pada saat tatanan upacaranya dibagi-bagi menjadi tatanan-tatanan upacara
kecil-kecil dan tidak biasa dilewatkan begitu saja, dan menjadi satu kesatuan
rangkaian upacara yang utuh. Dalam upacara pitra yadnya kali ini profesi ngaben
akan diawali dengan nebusin ngebet, ngaskara sampai ngaben dan nganyut. Ngeroras
diawali dengan nganget don bingin, ngajum, ngeroras dan dikaitkan dengan
upacara manusia yadnya yaitu Metatah, metelu bulanan dan Iain-lain. Sedangkan
pada upacara Ngenteg linggih dirangkai dengan upacara ngajar-ngajar, maktiang
Dewa Hyang sampai pada Tirta Yatra (dudonan terlampir)
2.2 Mekanisme Kerja
Sesuai dengan kesepakatan dan semangat
gotong royong dan kekeluargaan warga Pasek Tatar, mekanisme kerja didasarkan
ayahan warga dengan dasar yasa kerthi, tapa Ian brata.
Untuk kegiatan ayah-ayahan digunakan
system ayahan dengan system shift I pagi-siang, dan shift II siang-sore. Untuk
semua rangkaian upacara dikerjakan oleh warga dadya dan warga Desa
III. TATANAN UPACARA
3.1 Tempat Pelaksanaan dan Sawa
Rangkaian upacara Pitra Yadnya dilaksanakan
di Desa Adat Gegelang (Setra Telengan) Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem.
Dadya
|
Sawa
|
||
Laki
|
Perempuan
|
Total
|
|
Penataran
Pasek Telengan
|
17
|
12
|
29
|
Dadya
Telaga Sari
|
5
|
9
|
14
|
Dadya
Durang Kuas
|
7
|
8
|
15
|
Dadya
Pedeng Dengan
|
3
|
3
|
6
|
Dadya
Lambing
|
5
|
3
|
8
|
Dadya
legal Linggah
|
6
|
5
|
11
|
Dadya
Taman Sari
|
2
|
1
|
3
|
Total
Sawa
|
45
|
41
|
86
|
Ngelungah
|
125
|
175
|
300
|
3.2 Waktu Pelaksanaan
Puncak karya Pitra Yadnya akan
dilaksanakan Saniscara Pon Medangkungan 28 Juli 2012 dan Ngeroras/Atma Wedana dilaksanakan pada Buda Umanis tanggal 15
Agustus 2012 rangkaian upacara dimulai dari tanggal 6 Januari 2012 (Dudonan terlampir).
3.3 Biaya
Rangkaian Upacara pengabenan, Atma
Wedana dan Ngnteg Linggih diperkirakan menghabiskan dana yaitu :
Pengeluaran Rp. 840.300.000
Pemasukan Rp. 576.950.000 _
Kekurangan Rp. 263.350.000
Rincian dari pemilik sawa 86 @sebesar
Rp. 6.000.000 Ngelungah 300 @sebesar Rp. 100.000,- dan urunan beras untuk
dadya 5 Kg, Kekurangan dana dari rangkaian upacara ini akan dipenuhi dengan
melakukan efesiensi kerja dengan gotong royong, efisiensi konsumsi dan bahan,
optimalisasi punia, dan melakukan penambahan evaluasi pada penyekahan. Berikut
Rincian Anggaran yang dibutuhkan selama proses! Ngaben ini dilaksanakan.
3.4 Kepanitiaan
Rangkaian upacara ngaben ini
diselenggarakan berdasarkan TRI MANGGALANING YADNYA yang terdiri dari:
1. Pemuput
Karya inggih punika
Berdasarkan
hasil keputusan warga Pasek Telengan Desa Gegelang, untuk memuput karya adalah
pedanda Ciwa dan Buda yaifu sebagai berikut :
- Ida Pedanda Gde Ketut Telaga
- Ida Pedanda Istri Ngurah
- Ida Pedanda Istri Jelantik
- Ida Pedanda Wayan Taman
- Ida Pedanda Gede Buruan
- Ida Pedanda ring Buda Keling
2. Sang
Wiku Tapini Ian Sarati /tukang banten :
- Ida Ayu Darmayanti, Geria Duda
- Ida Ayu Putu, Geria Duda
- Ida Ayu Putri, Geria Budakeling
- Ida Ayu Made, Geria Budakeling
Dibantu
oleh para sarati yang ada di sekitar Banjar Telengan.
3. Sang
Madruwe karya/prawartaka karya
Adapun kepanitian dari Upacara Pitra
Yadnya diambil dari perwakilan seluruh warga yang ada sesuai dengan
kompentesinya dalam adat maupun dinas, susunan kepanitian adalah sebagai
berikut (terlampir)
Salut
BalasHapus